Jumat, 23 Oktober 2015

Fenomena pemuda dan "cabe-cabean"

Setelah istilah alay, jablay, dan lebay, kini fenomena cabe-cabean muncul. Seperti istilah-istilah sebelumnya, orang yang pertama memunculkan istilah ini tidak diketahui. Istilah yang muncul di akhir tahun 2013 ini seakan mencerminkan keadaan psikologis remaja yang kian membutuhkan banyak perhatian.

Cabe-cabean memiliki makna konotasi negatif. Ia dikenal sebagai remaja perempuan yang sering keluar malam dengan mengenakan pakaian ketat dan minim. Terkadang, mereka diajak berbuat seks oleh para pria.

Kebiasaan lain yang sering dilakukan cabe-cabean adalah bonceng tiga, dengan menggunakan celana pendek. Selain itu, cabe-cabean juga sering diartikan sebagai Anak Baru Gede (ABG) yang menjadi bahan taruhan dalam balapan liar. Berbagai konotasi negatif ini membuat sebagian dari mereka enggan mengaku sebagai cabe-cabean. Mereka  malah meneriaki teman-temannya sebagai cabe-cabean.

Dari berbagai ciri cabe-cabean yang ditulis media, saya melihat dua ciri utama yang menjadi sorot akan hadirnya fenomena ini. Bonceng bertiga dan sering update status di media sosial. Ketika bonceng bertiga, mereka memainkan handphone sambil mengebut di jalanan. Lalu media sosial mereka jadikan tempat untuk mencurahkan perasaan dengan memperbarui status setiap menitnya.

Cabe-cabean ini dikenal pada tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP) dan Sekolah Menengah Atas (SMA). Usia belasan tahun inilah yang dikenal dengan usia rawan akan pengaruh dari luar dirinya. Oleh karena itu, keluarga berperan sangat penting dalam perkembangan psikologis remaja. Apa lagi dalam usia rawan ini, mereka sedang membutuhkan perhatian dan bimbingan dari orang-orang terdekatnya seperti orang tua.

Masih hangat diberitakan media tentang kasus kecelakaan anak Ahmad Dhani, Abdul Qadir Jailani (AQJ) yang menyebabkan tujuh orang meninggal. Kecelakaan pada 8 September lalu yang terjadi di Tol Jagorawi, merupakan bentuk kelalaian orang tua dalam mengawasi anaknya. Mengingat AQJ masih berusia 13 tahun dan belum memiliki Surat Izin Mengemudi (SIM).

Peran orang tua sebagai pembimbing di sini sangat berpengaruh terhadap perkembangan diri anak mereka. Jika orang tua memberikan bimbingan dan perhatian  yang cukup, maka anak-anak remaja mereka akan terhindar dari kebiasaan-kebiasaan jelek. Fenomena cabe-cabean ini dapat menjadi satu contoh kurangnya perhatian dan didikan orang tua.

Bapak psikologi remaja Stanley Hall mengemukakan masa remaja sebagai masa badai dan tekanan (storm and stress), di mana remaja menghadapi tekanan dan berbagai permasalahan terkait psikis, fisiologis, dan sosial. Cabe-cabean yang sekarang marak diperbincangkan adalah satu contoh dari permasalahan sosial remaja.

Pengawasan remaja yang dilakukan oleh orang dewasa kini sudah sangat sulit untuk dilakukan. Hal ini disebabkan karena lingkungan pergaulan remaja yang sudah meluas. Ketika orang tua memberikan berbagai peraturan yang bentuknya mengekang anak mereka, sedangkan di satu sisi mereka juga telah mengalami persoalan-persoalan moral. Di antaranya, dengan teman sebaya, pacar, lingkungan sekolah, pemikiran idealis, dan harapan-harapan yang tidak tercapai.

Faktor-faktor inilah yang menjadikan mereka keluar dari norma-norma yang telah diberikan oleh keluarganya. Mereka mulai menjadi penentang orang tua dan sulit diatur. Lalu cabe-cabean ini muncul sebagai bentuk permasalahan remaja yang berhubungan dengan karakteristik yang ada pada diri remaja.

Dengan begitu, orang tua diharapkan mampu untuk lebih bersabar dalam mendidik anak-anak mereka yang menginjak masa remaja. Juga, orang tua harus mempunyai pemahaman yang baik atas perubahan perilaku anak mereka yang menginjak usia remaja, agar perubahan perilaku tersebut dapat diatasi dengan baik. (Nur Hamidah)

Jadi kesimpulan saya yang saya juga masih sebagai mahasiswa yang masih muda, bahkan masih di bilang maba(mahasiswa baru)  Harus benar-benar mengerti mana pergaulan yang benar, dan yang "ancur" , memang kalimat tersebut sering terdengar dari jaman saya sd sampai sekarang, tapi namanya lagi khilaf kadang suka ikut-ikutan sama pergaulan yang negatif. Sekali lagi kita sudah menjadi mahasiswa, sudah pintar memilah milih mana yang benar dan salah, juga sebagai mahasiswa(seperti saya) yang ekonomi nya alhamdulillah cukup, tak usah menjadi mahasiswa hedonism, hedonistic, atau hedon hedan huwedan itulah, sudah bisa kuliah juga udah alhamdulillah karena ga semua anak bisa "kuliah".  Manfaatkan kesempatan itu, Jadi mahasiswa yang bener-bener mahasiswa! Belajar yang bener, inget orang tua dirumah, tiap hari nge support dan selalu nge doain  (doa orangtua gaada tandingannya dah!)

Sumber : 
http://www.lpminstitut.com/2013/12/remaja-dan-penyimpangan-perilaku.html?m=1

Tidak ada komentar:

Posting Komentar