Interaksi
Sosial ( Pengertian, Syarat, Ciri, Faktor, Bentuk, Jenis )
Interaksi Sosial - Dalam artikel kali ini
akan dibahas secara detail tentang Interaksi Sosial, Pengertian Interaksi
Sosial, Syarat Terjadinya Interaksi Sosial, Ciri-Ciri Interaksi Sosial,
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Interaksi Sosial, Bentuk-Bentuk
Interaksi Sosial, Interaksi Sosial sebagai Wujud Status dan Peranan Sosial,
Jenis - jenis interaksi sosial.
Sebagai bahan acuan pembuatan makalah anda dapat melihat
disini Contoh Susunan Makalah Yang Baik
Sesuai Standar Pendidikan.
1. Pengertian Interaksi Sosial
Interaksi Sosial adalah hubungan timbal
balik anatara dua orang atau lebih, dan masing-masing orang yang terlibat di
dalamnya memainkan peran secara aktif. Dalam interaksi juga lebih dari sekedar
terjadi hubungan antara pihak- pihak yang terlibat melainkan terjadi saling
mempengaruhi.
Pengertian Interaksi Sosial Menurut Para
Ahli :
- Pengertian Interaksi Sosial Menurut
Homans ( dalam Ali, 2004: 87) mendefinisikan interaksi sebagai suatu
kejadian ketika suatu aktivitas yang dilakukan oleh seseorang terhadap
individu lain diberi ganjaran atau hukuman dengan menggunakan suatu
tindakan oleh individu lain yang menjadi pasangannya. Konsep yang
dikemukakan oleh Homans ini mengandung pengertian bahwa interaksi adalah
suatu tindakan yang dilakukan oleh seseorang dalam interaksi merupakan
suatu stimulus bagi tindakan individu lain yang menjadi pasangannya.
- Pengertian Interaksi sosial menurut
Bonner ( dalam Ali, 2004) merupakan suatu hubungan antara dua orang atau
lebih individu, dimana kelakuan individu mempengaruhi, mengubah atau
mempengaruhi individu lain atau sebaliknya.
- Pengertian Interaksi Sosial
Menurut John Lewis Gillin [1]
"Interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial dinamis yang
menyangkut hubungan antarindividu, antara individu dan kelompok, atau
antar kelompok."
2. Syarat Terjadinya Interaksi
Sosial
Berdasarkan pendapat menurut Tim Sosiologi
(2002), interaksi sosial dapat berlangsung jika memenuhi dua syarat di bawah
ini, yaitu (p. 26) :
a. Kontak sosial
Adalah hubungan antara satu pihak dengan pihak lain yang merupakan awal
terjadinya interaksi sosial, dan masing - masing pihak saling bereaksi antara
satu dengan yang lain meski tidak harus bersentuhan secara fisik.
b. Komunikasi
Artinya berhubungan atau bergaul dengan orang lain.
3. Ciri-Ciri Interaksi Sosial
Menurut Tim Sosiologi (2002), ada empat
ciri - ciri interaksi sosial, antara lain (p. 23) :
a. Jumlah pelakunya lebih dari satu orang
b. Terjadinya komunikasi di antara pelaku melalui kontak sosial
c. Mempunyai maksud atau tujuan yang jelas
d. Dilaksanakan melalui suatu pola sistem sosial tertentu
4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Terjadinya Interaksi Sosial
Berlangsungnya suatu proses
interaksi didasarkan pada beberapa faktor berikut ini.
a. Sugesti
Sugesti adalah pemberian pengaruh pandangan seseorang kepada orang lain dengan
cara tertentu, sehingga orang tersebut mengikuti pandangan/pengaruh tersebut
tanpa berpikir panjang. Sugesti biasanya dilakukan oleh orang yang berwibawa,
mempunyai pengaruh besar, atau terkenal dalam masyarakat. Contoh sugesti salah
satunya adalah obat yang harganya mahal yang merupakan produk impor dianggap
pasti manjur menyembuhkan penyakit. Anggapan tersebut merupakan sugesti yang
muncul akibat harga obat yang mahal dan embel-embel produk luar negeri.
b. Imitasi
Imitasi adalah tindakan atau usaha untuk meniru tindakan orang lain sebagai
tokoh idealnya. Imitasi cenderung secara tidak disadari dilakukan oleh
seseorang. Imitasi pertama kali akan terjadi dalam sosialisasi keluarga.
Misalnya, seorang anak sering meniru kebiasaan-kebiasaan orang tuanya seperti cara
berbicara dan berpakaian. Namun, imitasi sangat dipengaruhi oleh lingkungannya
terutama lingkungan di sekolah. Karena seseorang (terutama saat seseorang sudah
menginjak usia remaja) cenderung lebih sering di sekolah dan bersosialisasi
dengan temannya dengan berbagai macam kebiasaan.
c. Identifikasi
Identifikasi adalah kecenderungan atau keinginan dalam diri seseorang untuk
menjadi sama dengan orang lain. Identifikasi mengakibatkan terjadinya pengaruh
yang lebih dalam dari sugesti dan imitasi karena identifikasi dilakukan oleh
seseorang secara sadar.
Contoh identifikasi: seorang pengagum berat artis terkenal, ia sering
mengidentifikasi dirinya menjadi artis idolanya dengan meniru model rambut,
model pakaian, atau gaya perilakunya dan menganggap dirinya sama dengan artis
tersebut.
d. Simpati
Simpati adalah suatu proses seseorang yang merasa tertarik pada orang lain.
Perasaan simpati itu bisa juga disampaikan kepada seseorang atau sekelompok
orang atau suatu lembaga formal pada saat-saat khusus. Contoh simpati adalah
pada peringatan ulang tahun, pada saat lulus ujian, atau pada saat mencapai
suatu prestasi.
e. Empati
Empati adalah kemampuan mengambil atau memainkan peranan secara efektif dan
seseorang atau orang lain dalam konsidi yang sebenar-benarnya, seolah-olah ikut
merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain tersebut seperti rasa senang,
sakit, susah, dan bahagia. Empat hampir mirip dengan sikap simpati.
Perbedaannya, sikap empati lebih menjiwai atau lebih terlihat secara emosional.
Contoh empati adalah saat kita turut merasakan empati terhadap masyarakat
Yogyakarta yang menjadi korban letusan Gunung Merapi.
f. Motivasi
Motivasi adalah dorongan, rangsangan, pengaruh, atau stimulus yang diberikan
seorang individu kepada individu yang lain sedemikian rupa sehingga orang yang
diberi motivasi tersebut menuruti atau melaksanakan apa yang dimotivasikan
secara kritis, rasional, dan penuh tanggung jawab. Contoh motivasi adalah guru
yang memberikan motivasi kepada siswanya supaya siswanya semakin giat belajar.
Tidak selamanya interaksi berjalan sesuai dengan rencana. Kontak sosial yang
berlangsung kadang-kadang dapat berjalan sesuai dengan apa yang kita inginkan,
namun sebaliknya suatu interaksi akan mengalami gangguan dan bahkan terhenti
seandainya terjadi hal-hal berikut:
Subjek-subjek yang terlibat dalam interaksi tidak mempunyai harapan lagi untuk
mencapai tujuan. Interaksi yang terjadi tidak lagi bermanfaat atau tidak
mendatangkan keuntungan. Tidak adanya adaptasi atau penyesuaian antara
pihak-pihak yang saling berinteraksi. Salah satu pihak atau keduanya tidak
bersedia lagi mengadakan interaksi.
5. Bentuk-Bentuk Interaksi Sosial
Hubungan yang terjadi antar warga
masyarakat berlangsung sepanjang waktu. Rentang waktu yang panjang serta
banyaknya warga yang terlibat dalam hubungan antar warga melahirkan berbagai
bentuk interaksi sosial.
Di mana pun dan kapan pun kehidupan sosial selalu diwarnai oleh dua
kecenderungan yang saling bertolak belakang. Di satu sisi manusia berinteraksi
untuk saling bekerja sama, menghargai, menghormati, hidup rukun, dan bergotong
royong. Di sisi lain, manusia berinteraksi dalam bentuk pertikaian, peperangan,
tidak adanya rasa saling memiliki, dan lain-lain. Dengan demikian interaksi
sosial mempunyai dua bentuk, yakni interaksi sosial yang mengarah pada bentuk
penyatuan (proses asosiatif) dan mengarah pada bentuk pemisahan (proses
disosiatif).
1. Proses asosiatif
Interaksi sosial asosiatif adalah bentuk interaksi sosial yang menghasilkan
kerja sama. Ada beberapa bentuk interaksi sosial asosiatif, antara lain sebagai
berikut.
a. Kerja Sama (Cooperation)
Kerja sama adalah suatu usaha bersama antara orang perorangan atau kelompok
manusia untuk mencapai satu atau beberapa tujuan bersama.
Kerja sama timbul apabila orang menyadari bahwa mereka mempunyai
kepentingan-kepentingan yang sama dan pada saat yang bersamaan mempunyai cukup
pengetahuan dan pengendalian terhadap diri sendiri untuk memenuhi
kepentingan-kepentingan tersebut; kesadaran akan adanya kepentingan-kepentingan
yang sama dan adanya organisasi merupakan fakta-fakta yang penting dalam kerja
sama yang berguna.
Ada beberapa bentuk interaksi sosial yang berupa kerja sama, yaitu:
Bargaining adalah pelaksanaan perjanjian mengenai pertukaran
barang-barang atau jasa antara dua organisasi atau lebih.
Cooptation (kooptasi) adalah suatu proses penerimaan
unsur-unsur baru dalam kepemimpinan atau pelaksanaan politik dalam suatu
organisasi untuk menghindari kegoncangan dalam stabilitas organisasi yang
bersangkutan.
Coalition (koalisi) adalah kerja sama yang dilaksanakan oleh
dua organisasi atau lebih yang mempunyai tujuan yang sama. Koalisi dapat
menghasilkan keadaan yang tidak stabil untuk sementara waktu, karena dua
organisasi atau lebih tersebut mungkin mempunyai struktur yang berbeda satu
sama lain.
Join venture adalah kerja sama dengan pengusaha proyek
tertentu untuk menghasilkan keuntungan yang akan dibagi menurut proporsi
tertentu. Join venture jika diterjemahkan akan menjadi ‘usaha patungan’.
b. Akomodasi (Accomodation)
Akomodasi adalah suatu proses di mana orang perorangan atau kelompok-kelompok
manusia yang mula-mula saling bertentangan, saling mengadakan penyesuaian diri
untuk mengatasi ketegangan-ketegangan.
Bentuk-bentuk akomodasi adalah sebagai berikut:
Tolerant participation (toleransi) adalah suatu watak
seseorang atau kelompok untuk sedapat mungkin menghindari perselisihan.
Individu semacam itu disebut tolerant.
Compromise (kompromi) adalah suatu bentuk akomodasi di mana
masing-masing pihak mengerti pihak lain sehingga pihak-pihak yang bersangkutan
mengurangi tuntutannya agar tercapai penyelesaiannya terhadap perselisihan.
Kompromi dapat pula disebut perundingan.
Coercion (koersi) adalah bentuk akomodasi yang proses
pelaksanaannya menggunakan paksaan. Pemaksaan terjadi bila satu pihak menduduki
posisi kuat, sedangkan pihak lain dalam posisi lemah.
Arbitration adalah proses akomodasi yang proses
pelaksanaannya menggunakan pihak ketiga dengan kedudukan yang lebih tinggi dari
kedua belah pihak yang bertentangan. Penentuan pihak ketiga harus disepakati
oleh dua pihak yang berkonflik. Keputusan pihak ketiga ini bersifat
mengikat.Mediasi adalah menggunakan pihak ketiga yang netral untuk
menyelesaikan kedua belah pihak yang bertikai. Berbeda dengan arbitration,
keputusan pihak ketiga ini bersifat tidak mengikat.
Concilation adalah suatu usaha untuk mempertemukan keinginan
yang berselisih agar tercapai persetujuan bersama. Biasanya dilakukan melalui
perundingan.
Ajudication adalah penyelesaian perkara melalui pengadilan.
Pada umumnya cara ini ditempuh sebagai alternatif terakhir dalam penyelesaian
konflik.
Stalemate adalah suatu akomodasi semacam balance of power
(politik keseimbangan) sehingga kedua belah pihak yang berselisih sampai pada
titik kekuatan yang seimbang. Posisi itu sama dengan zero option (titik nol)
yang sama-sama mengurangi kekuatan serendah mungkin. Dua belah pihak yang
bertentangan tidak dapat lagi maju atau mundur.
Segregasi adalah upaya saling memisahkan diri atau saling
menghindar di antara pihak-pihak yang bertentangan dalam rangka mengurangi
ketegangan.
Gencatan senjata adalah penangguhan permusuhan atau
peperangan dalam jangka waktu tertentu. Masa penangguhan digunakan untuk
mencari upaya penyelesaian konflik di antara pihak-pihak yang bertikai.
C. Akulturasi
Akulturasi adalah suatu proses yang timbul apabila suatu kelompok manusia dan
kebudayaan tertentu dihadapkan dengan unsur-unsur dari kebudayaan asing dengan
sedemikian rupa sehingga unsur-unsur kebudayaan asing itu lambat laun diterima
tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan itu sendiri.
Biasanya unsur-unsur kebudayaan asing yang mudah diterima adalah unsur
kebudayaan kebendaan dam peralatan yang sangat mudah dipakai dan dirasakan sangat
bermanfaat seperti komputer, handphone, mobil, dan lain-lain. Sedangkan
kebudayaan asing yang sulit diterima adalah unsur kebudayaan asing yang sulit
diterima adalah unsur kebudayaan yang menyangkut ideologi, keyakinan, atau
nilai tertentu yang menyangkut prinsip hidup seperti paham komunisme,
kapitalisme, liberalisme, dan lain-lain.
d. Asimilasi (assimilation)
Asimilasi adalah usaha mengurangi perbedaan yang terdapat di antara beberapa
orang atau kelompok serta usaha menyamakan sikap, mental, dan tindakan demi
tercapainya tujuan bersama. Contoh asimilasi antar dua kelompok masyarakat
adalah upaya untuk membaurkan etnis Tionghoa dengan masyarakat pribumi.
Faktor-faktor yang dapat mempermudah terjadinya suatu asimilasi antara lain
adalah:
- Toleransi
-
Kesempatan-kesempatan yang seimbang di bidang ekonomi
- Sikap menghargai
orang asing dan kebudayaannya
- Sikap terbuka dari
golongan yang berkuasa dalam masyarakat
- Persamaan dalam
unsur-unsur kebudayaan
- Perkawinan
campuran (amalgamation)
- Adanya musuh
bersama dari luar
Selain beberapa faktor yang mempermudah
terjadinya asimilasi, ada pula faktor-faktor yang menghambat asimilasi. Antara
lain sebagai berikut:
- Adanya isolasi
kebudayaan dari salah satu kebudayaan kelompok
- Minimnya pengetahuan
dari salah satu kebudayaan kelompok atas kebudayaan kelompok lain
- Ketakutan atas
kekuatan kebudayaan kelompok lain
- Perasaan
superioritas atas kebudayaan kelompok tertentu
- Adanya perbedaan
ciri-ciri badaniah
- Adanya perasaan
in-group yang kuat
- Adanya
diskriminasi
- Adanya perbedaan
kepentingan antar kelompok
2. Proses Disosiatif
Interaksi sosial disosiatif merupakan bentuk interaksi sosial yang menghasilkan
sebuah perpecahan. Ada beberapa bentuk interaksi sosial disosiatif, antara lain
sebagai berikut:
a. Persaingan (competition)
Persaingan adalah proses sosial yang ditandai dengan adanya saling berlomba
atau bersaing antar individu atau antar kelompok tanpa menggunakan ancaman atau
kekerasan untuk mengejar suatu nilai tertentu supaya lebih maju, lebih baik,
atau lebih kuat.
Contoh persaingan adalah saat siswa bersaing untuk mendapatkan peringkat
pertama atau pada saat berlangsungnya suatu pertandingan.
b. Kontravensi (contravention)
Kontravensi adalah suatu bentuk proses sosial yang berada di antara persaingan
dan konflik. Bentuk kontravensi ada 5 yaitu:
Kontravensi yang bersifat umum. Seperti
penolakan, keenganan, gangguan terhadap pihak lain, pengacauan rencana pihak
lain, dan perbuatan kekerasan. Kontravensi yang bersifat sederhana. Seperti
memaki-maki, menyangkal pihak lain, mencerca, memfitnah, dan menyebarkan surat
selebaran. Kontravensi yang bersifat intensif. Seperti penghasutan, penyebaran
desas-desus, dan mengecewakan pihak lain. Kontravensi yang bersifat rahasia.
Seperti menumumkan rahasia pihak lain dan berkhianat. Kontravensi yang bersifat
taktis. Seperti intimidasi, provokasi, mengejutkan pihak lawan, dan mengganggu
atau membingungkan pihak lawan.
c. Konflik
Konflik adalah suatu proses sosial di mana orang perorangan atau kelompok
manusia berusaha untuk memenuhi tujuan dengan jalan menantang pihak lawan yang
disertai dengan ancaman atau kekerasan. Faktor-faktor penyebab terjadinya
konflik adalah:
Adanya perbedaan individu yang meliputi perbedaan pendirian
dan perasaan
Berprasangka buruk kepada pihak lain
Individu kurang bisa mengendalikan emosi
Adanya perbedaan kepentingan antara individu dan kelompok
Persaingan yang sangat tajam sehingga kontrol sosial kurang
berfungsi
6. Interaksi Sosial sebagai Wujud Status
dan Peranan Sosial
a. Kedudukan (Status)
Status (kedudukan) adalah posisi sosial
yang merupakan tempat di mana seseorang menjalankan kewajiban-kewajiban dan
berbagai aktivitas lain sekaligus merupakan tempat bagi seseorang untuk
menanamkan harapan-harapan.
b. PerananPeranan merupakan aspek dinamis kedudukan atau status. Peranan adalah
perilaku yang diharapkan oleh pihak lain dalam melaksanakan hal dan kewajiban
sesuai dengan status yang dimilikinya.
7. Jenis - jenis interaksi sosial
Menurut Maryati dan Suryawati (2003)
interaksi sosial dibagi menjadi tiga macam, yaitu (p. 23) :
1. Interaksi antara individu dan individu
Dalam hubungan ini bisa terjadi interaksi positif ataupun negatif. Interaksi
positif, jika jika hubungan yang terjadi saling menguntungkan. Interaksi
negatif, jika hubungan timbal balik merugikan satu pihak atau keduanya
(bermusuhan).
2. Interaksi antara individu dan kelompok
Interaksi ini pun dapat berlangsung secara positif maupun negatif. Bentuk interaksi
sosial individu dan kelompok bermacam - macam sesuai situasi dan kondisinya.
3. Interaksi sosial antara kelompok dan kelompok
Interaksi sosial kelompok dan kelompok terjadi sebagai satu kesatuan bukan
kehendak pribadi. Misalnya, kerja sama antara dua perusahaan untuk membicarakan
suatu proyek.
8. Aturan - aturan dalam
interaksi sosial
Dalam kajian sosiologis, ada beberapa
aturan mengenai interaksi sosial yang berbeda dengan kelima faktor yang telah
disebutkan di atas. Karl dan Yoels (1979) menyebutkan 3 jenis aturan dalam
interaksi sosial, yaitu sebagai berikut :
1. Aturan Mengenai Ruang. Karl & Yoels mendasarkan teorinya pada karya
Edward T. Hall (1982) mengenai konsep jarak sosial. Menurut Hall, dalam situasi
sosial orang cendrung menggunakan empat macam jarak, yaitu jarak intim
(intimate distance), jarak pribadi (personal distance), jarak sosial (social
distance), dan jarak publik (public distance).
Pada jarak intim (sekitar 0-45 cm), terjadi keterlibatan intensif panca indera
dengan tubuh orang lain. contoh, dua orang yang melakukan olah raga jarak dekat
seperti sumo dan gulat. Apabila seseorang terpaksa berada pada jarak intim,
seperti di dalam bus atau kereta yang penuh sesak, ia akan berusaha sebisa
mungkin menghindari kontak tubuh dan kontak pandangan mata dengan orang di
sekitarnya. Jarak pribadi (sekitar 45 cm – 1,22 m) cendrung dijumpai dalam
interaksi antara orang yang berhubungan dekat, seperti suami-istri atau ibu dan
anak. Pada jarak sosial (sekitar 1,22 m – 3,66 m), orang yang berinteraksi
dapat berbicara secara wajar dan tidak saling menyentuh. Contoh, interaksi
dalam pertemuan santai (dengan teman, guru, dan sebagainya). Interaksi di dalam
rapat pekerjaan formal juga masuk ke dalam jarak ini. Sementara jarak publik
(di atas 3,66 m) umumnya dipelihara oleh orang yang harus tampil di depan umum,
seperti politisi dan aktor. Semakin besar jarak, semakin keras pula suara yang
harus dikeluarkan. Kata dan kalimat semakin dipilih secara sek sama.
2. Aturan Mengenai Waktu. Waktu juga dapat mengatur interaksi, misalnya, di
masyarakat yang kurang disiplin sering dijumpai ketiadaan orientasi waktu atau
dikenal denga istilah “jam karet”. Keterlambatan kedatangan bus, pesawat,
kereta menjadi hal biasa. Tapi jika kondisi ini terjadi di negara maju, banyak
aktivitas orang menjadi terganggu. Contoh lain, di masyarakat kita,
keterlambatan seorang pembicara datang ke sebuah seminar bukanlah hal yang
perlu dibesar-besarkan. Sementara itu di masyarakat eropa seperti inggris
misalnya, pembicara ini akan dianggap sebagai orang yang tidak bertanggunjawab
dan menghina majelis seminar.
3. Aturan Mengenai Gerak Tubuh. Komunikasi non verbal merupakan bentuk
komunikasi pertama bagi manusia. Komunikasi non verbal ini terkadang, disadari
atau tidak, digunakan seseorang untuk menyampaikan pesan dalam interaksinya
dengan orang lain. contoh, memicingkan mata, menjulurkan lidah, mengangkat
bahu, menganggukkan kepala, mengerutkan dahi, mengangkat ibu jari, atau
membungkukkan badan. Namun demikian, makna komunikasi ini bisa berbeda antara
satu masyarakat dengan masyarakat lainnya. Oleh karena itu, komunikasi non
verbal hanya efektif dilakukan dalam interaksi antar anggota masyarakat yang
memiliki pemaknaan yang sama terhadapnya.
9. Sumber Informasi yang mendasari interaksi
sosial
Selain membahas tentang aturan-aturan
dalam interaksi sosial, Karl dan Yoels juga membahas tentang sumber-sumber
informasi yang mendasari interaksi seseorang denga orang lain. sama seperti
Goffman yang menyatakan bahwa seseorang akan berusaha mencari informasi tentang
orang lain yang ditemuinya agar dapat mendefinisikan situasi, Karl dan Yoels
pun menyatakan bahwa apabila seseorang baru menjumpai orang lain yang belum
dikenal, ia akan berusaha mencari informasi tentang orang itu. Menurut Karl dan
Yoels, ada beberapa sumber informasi. Diantaranya sebagai berikut :
a) Warna Kulit.
Ciri seseorang yang dibawa sejak lahir seperti jenis kelamin, usia, dan ras
sangat menentukan interaksi terutama pada masyarakat yang sehari-harinya berada
di lingkungan yang diskriminatif. Contoh, di negara Afrika Selatan pada era
apartheid, orang kulit putih cendrung tidak mau berinteraksi dengan orang kulit
hitam. Orang-orang kulit putih menganggap orang kulit hitam cenderung
berprilaku kriminal.
b) Usia.
Cara seseorang berinteraksi dengan orang yang lebih tua seringkali berbeda
dengan orang yang sebaya, atau orang yang lebih muda seperti adik, kakak, atau
teman sepermainan.
c) Jenis kelamin
Jenis kelamin juga bisa mempengaruhi interaksi seseorang terhadap yang lainnya.
Contoh, laki-laki cenderung menghindari sekelompok perempuan yang tengah
membicarakan kosmetik atau model sepatu terbaru. Sebaliknya, perempuan pun
cenderung menghindari dari percakapan laki-laki tentang elektronik atau
otomotif.
d) Penampilan Fisik.
Selain warna kulit, usia, dan jenis kelamin, penampilan fisik juga sering
menjadi sumber informasi dalam interaksi sosial. Umumnya, yang pertama kali
dilihat dalam interaksi adalah penampilan fisik seseorang. Ada beberapa
penelitian yang memperlihatkan bahwa orang yang berpenampilan menarik cenderung
lebih mudah mendapatkan pasangan daripada orang dengan penampilan kurang
menarik.
e) Bentuk Tubuh.
Menurut penelitian Well & Siegal, orang cenderung menganggap bahwa terdapat
kaitan antara bentuk tubuh dengan sifat seseorang. Orang yang memiliki tubuh
endomorph (bulat,gemuk) dianggap memiliki sifat tenang, santai, dan pemaaf.
Orang yang memiliki tubuh mesomorph (atletis, berotot) dianggap memiliki sifat
dominan, yakin, dan aktif. Sementara orang yang bertubuh ectomorph (tinggi,
kurus) dianggap bersifat tegang dan pemalu.
f) Pakaian
Sumber informasi juga dapat diperoleh dari pakaian seseorang, seringkali
seseorang yang berpakaian seperti eksekutif muda lebih dihormati dibandingkan
dengan orang yang berpakaian seperti gelandangan.
g) Wacana
Dari pembicaraan seseorang, kita pun dapat memperoleh informasi tentang
dirinya. Kadang-kadang kita mendengar seseorang berbicara bahwa ia baru saja
bertemu dengan direktur sebuah perusahaan terkenal atau dengan seorang gubernur.
Dari perkataan orang tersebut bisa diperoleh informasi dengan siapa kita
berbicara. Dengan kata lain, kita bisa menebak status orang berdasarkan
pembicaraannya. Meskipun pada kenyataannya, terdapat pula orang yang tidak
berkata jujur tentang dirinya.
Tahapan Pendekatan dan Perenggangan Hubungan dalam Interaksi Sosial
Menurut Mark L. Knapp dalam bukunya Social Intercourse : From Greeting to
Goodbye (1978), dalam interaksi sosial terdapat tahap yang bisa mendekatkan dan
tahap yang bisa merenggangkan hubungan orang-orang yang berinteraksi. Di bawah
ini adalah penjelasan kedua tahap tersebut.
Tahap yang Mendekatkan
Tahap yang mendekatkan dirinci menjadi tahap memulai (initiating), menjajaki
(experimenting), meningkatkan (intensifying), menyatupadukan (integrating), dan
mempertalikan (bonding). Contoh, saat pertama kali masuk sekolah, kalian tentu
memulai menjajaki hubungan dengan orang lain dengan saling bertegur-sapa yang
diikuti dengan obrolan-obrolan ringan, seperti asal sekola darimana, rumahnya
dimana, atau bagaimana cara pergi ke sekolah. Hasil penjajakan ini dijadikan
dasar untuk memutuskan apakah hubungan kalian bisa ditingkatkan, dipertahankan
atau tidak dilanjutkan sama sekali. Hal yang sama juga terjadi pada pasangan
suami istri. Awalnya dimulai dari tahap penjajakan untuk menemukan apakah
hubungan bisa ditingkatkan, dipertahankan atau tidak dilanjutkan.
Apabila ditingkatkan, tahap selanjutnya adalah penyatupaduan. Pada tahap ini,
kamu dan temanmu mulai merasa ada kesamaan atau kesatuan. Demikian pula, para
calon suami istri. Dari tahap menyatupadukan ini, lama-kelamaan interaksi ini
bisa mencapai tahap pertalian seperti penikahan pada calon suami istri.
Tahap yang Merenggangkan
Dalam interaksi, selain terjadi proses pendekatan terjadi juga proses
perenggangan. Proses ini terdiri dari tahap membeda-bedakan (differentiating),
membatasi (circumscribing), memacetkan (stagnation), menghindari (avoiding),
dan memutuskan (terminating). Contoh, dua orang yang dulunya berteman dan biasa
melakukan kegiatan secara bersama-sama, mulai melakukan kegiatan sehari-hari
seperti makan atau pulang sekolah sendiri-sendiri. Setelah itu, pembicaraan
tentang pertemanan mereka pun mulai dibatasi. Obrolan menjadi dangkal dan
sekedar basa basi saja. Sering kali pihak yang satu berbicara tentang sesuatu,
yang lain menyangkal, membantah, melarang dan membentak.
Tahap selanjutnya adalah memacetkan. Di tahap ini tidak terjadi komunikasi.
Kalaupun ada, hal ini dilakukan karena terpaksa dan dilaksanakan secara sangat
hati-hati. Perbedaan kedua teman itu sudah sangat besar sehingga untuk
membicarakan hal yang paling sederhana saja pun sulit dan dapat menyulut
konflik. Jika kedua orang yang tadinya berteman itu sudah tidak berkomunikasi
tapi masih berada pada lingkungan yang sama seperti berada dalam satu sekolah,
maka mereka berdua berusaha untuk saling menghindar. Misalnya, berusaha tidak
melewati jalan, lorong, atau ruang yang sama. Setelah terjadi jarak komunikasi
dan fisik seperti ini, mereka berdua pun berada di dalam tahap pemutusan
hubungan.
Status, Peranan, dan hubungan individu dalam interaksi sosial.
Status dan peranan menentukan apa yang diperbuatnya bagi masyarakat serta
kesepakatan-kesepakatan apa yang diberikan masyarakat kepadanya. Semakin banyak
status dan perananan seseorang, semakin beragam pula interaksinya denga orang
lain. jadi, interaksi sosial seseorang akan tergantung pada status dan perannya
dalam masyarakat.
Secara empiris perbedaan status mempengaruhi cara bersikap seseorang dalam
berinteraksi sosial. Orang yang memiliki status tinggi mempunyai sikap yang
berbeda dengan orang yang statusnya rendah. Contohnya, cara bicara dan cara
makan seorang pemilik perusahaan tentu berbeda dengan seorang karyawan rendah.
Status seorang menentukan perannya dan peran seorang menentukan apa yang
diperbuat (perilaku).
Kedudukan atau status sosial merupakan posisi seseorang secara umum dalam
masyarakat dalam hubungannya dengan orang lain. Posisi seseorang menyangkut
lingkungan pergaulan, prestise, hak-hak, dan kewajibannya. Secara abstrak,
kedudukan berarti tempat seseorang dalam satu pola tertentu. Bahkan seseorang
bisa mempunyai beberapa kedudukan karena memiliki beberapa pola kehidupan.
Contoh, tuan X sebagai warga masyarakat merupakan kombinasi dari segenap
kedudukannya sebagai guru, kepala sekolah, ketua RT, suami nyonya S, dan ayah
dari anak-anaknya.
Kedudukan (Status)
Menurut Ralph Linton, dalam kehidupan masyarakat terdapat 3 macam status, yaitu
ascribed status, achieved status, dan assigned status. Ascribed status
merupakan status seseorang yang dicapai dengan sendirinya tanpa memperhatikan
perbedaan rohaniah dan kemampuan. Status tersebut bisa diperoleh sejak lahir.
Contohnya, anak yang lahir dari keluarga bangsawan, dengan sendirinya langsung
memperoleh status bangsawan. Pada umumnya, ascribed status lebih banyak
dijumpai pada masyarakat dengan sistem lapisan yang tertutup seperti masyarakat
feodal.
Achieved status merupakan status yang diperoleh seseorang dengan usaha-usaha
yang disengaja. Status ini tidak diperoleh atas dasas keturunan akan tetapi
tergantung pada kemampuan masing-masing dalam mengejar serta mencapai
tujuan-tujuannya. Jadi, status ini bersifat terbuka bagi siapa saja. Contoh,
setiap orang bisa menjadi hakim asalkan memenuhi persyaratan tertentu, seperti
lulusan fakultas hukum, masa kerja mencukupi, dan lulus ujian.
Assigned status merupakan status yang diperoleh dari pemberian pihak lain.
assigned status mempunyai hubungan yang erat dengan achieved status. Artinya,
suatu kelompok atau golongan memberikan status yang lebih tinggi kepada seorang
yang berjasa. Status ini diberikan karena orang tersebut telah memperjuangkan
sesuatu untuk memenuhi kebutuhan dan kepentingan masyarakat. Contoh,
gelar-gelar seperti pahlawan revolusi, siswa teladan, dan peraih kalpataru.
Di dalam masyarakat, seseorang bisa mempunyai beberapa status. Hal ini
kadangkala menimbulkan pertentangan atau konflik (status conflict). Konflik
status di sini dapat diartikan sebagai konflik batin yang dialami seseorang
sebagai akibat adanya beberapa status yang dimilikinya yang saling
bertentangan. Contoh, ibu Risna adalah seorang guru SMP yang harus ke sekolah
setiap hari kecuali hari libur. Namun, ibu Risna adalah juga seorang ibu rumah
tangga yang harus merawat anak-anaknya. Ibu Risna bingung untuk memilih menjadi
ibu rumah tangga saja atau menjadi guru saja.
Peranan Sosial (Role)
Peranan merupakan aspek dinamis kedudukan atau status. Perananan adalah
perilaku yang diharapkan oleh pihak lain dalam melaksanakan hak dan kewajiban
seseuai dengan status yang dimilikinya. Status dan peranan tidak dapat
dipisahkan karena tidak ada peranan tanpa status dan tidak ada status tanpa
peranan. Contoh, status kepala sekolah H. Mhd. Yusuf, BA. Dengan status
tersebut, seseorang diharapkan berperan memimpin sekolahnya. Peranan ini tidak
akan melekat pada seseorang jika ia tidak memiliki status kepala sekolah Sinar
Husni. Demikian sebaliknya, dengan status kepala sekolah Sinar Husni, seseorang
memiliki peranan memimpin sekolah tersebut.
Dalam kehidupan sehari-hari, peranan menjadi penting karena ia mengatur
perilaku seseorang. Pada beberapa kasus, peranan menyebabkan seseorang dapat
meramalkan perbuatan-perbuatan orang lain. orang yang bersangkutan akan dapat
menyesuaikan perilakunya dengan perilaku orang di sekitarnya.
Ada 3 hal yang tercakup dalam peranan, yaitu :
- Peranan meliputi norma-norma yang
dihubungakan dengan posisi atau kedudukan seseorang dalam masyarakat.
- Peranan merupakan suatu konsep
tentang apa yang dapat dilakukan oleh individu dalam masyarakat sebagai
organisasi..
- Peranan merupakan perilaku individu
yang penting bagi struktur sosial masyarakat.
Bentuk-bentuk Interaksi Pendorong Terciptanya Lembaga, Kelompok, dan Organisasi
Sosial
Gillin & Gillin menyebutkan dua macam proses sosial yang timbul sebagai
akibat adanya interaksi sosial, yaitu proses asosiatif (processes of
association) dan proses disosiatif (processes of dissociation). Proses
asosiatif merupakan proses menuju terbentuknya persatuan atau integrasi sosial.
Proses disosiatif sering juga disebut sebagai proses oposional (oppositional
process) yang berarti cara berjuang melawan seseorang atau sekelompok orang
untuk mencapai tujuan tertentu.
Proses asosiatif dan disosiatif memiliki turunan bentuk-bentuk interaksi sosial
sebagai berikut :
A. Proses Asosiatif
Proses asosiatif mempunyai bentuk-bentuk sebagai berikut :
1) Kerja sama (cooperation)
Kerjasama adalah suatu usaha bersama antar individu atau kelompok untuk
mencapai tujuan bersama. Kerja sama timbul apabila orang menyadari memiliki
kepentingan dan tujuan yang sama dan bahwa hal tersebut bermanfaat bagi dirinya
atau orang lain. kerja sama timbul karena orientasi orang perorangan terhadap
kelompoknya (in-group) dan kelompok lainnya (out-group). Menurut Charles H.
Cooley, kerja sama timbul apabila seseorang menyadari dirinya mempunyai
kepentingan yang sama dengan orang lain dan pada saat bersamaan memiliki
pengetahuan dan pengendalian terhadap dirinya sendiri untuk memenuhi
kepentingan tersebut. Kesadaran akan adanya kepentingan yang sama dan
pengorganisasian diri merupakan fakta penting dalam kerja sama.
Kerja sama mungkin akan bertambah kuat apabila ada bahaya yang mengancam.
Selain itu, kerja sama juga dapat bertambah kuat jika ada tindakan-tindakan
luar yang menyinggung kesetian yang secara tradisional atau institusional telah
tertanam dalam kelompok, dalam diri seseorang, atau segolongan orang. Contoh,
kerja sama antar prajurit dalam satu kesatuan dalam menghadapi musuh di dalam
sebuah medan pertempuran.
Proses sosial yang erat kaitannya dengan kerja sama adalah konsensus. Konsensus
hanya mungkin terjadi bila dua belah pihak atau lebih yang ingin memelihara
suatu hubungan yang masing-masing memandangnya sebagai kepentingan sendiri.
Keputusan untuk mengadakan konsensus timbul apabila anggota-anggota dari
kelompok atau persekutuan menghadapi beberapa perbedaan pendapat. Dalam
konsensus, pertentangan kepentingan kelihatan cukup nyata tetapi tidak sebesar
dalam konflik.
Berdasarkan pelaksanaannya, kerja sama memiliki 5 bentuk, yaitu :
- Kerukunan atau gotong-royong
- Bargaining, yaitu pelaksanaan
perjanjian mengenai pertukaran barang atau jasa antara dua organisasi atau
lebih.
- Kooptasi, yaitu proses penerimaan
unsur-unsur baru dalam kepemimpinan dan pelaksanaan politik organisasi sebagai
satu-satunya cara untuk menghindari konflik yang bisa mengguncang
organisasi.
- Koalisi, yaitu kombinasi antara dua
organisasi atau lebih yang mempunyai tujuan yang sama. Koalisi dapat
menghasilkan keadaan yang tidak stabil sebab mereka memiliki strukturnya
sendiri-sendiri.
- Joint-venture, yaitu kerja sama dalam
pengusahaan proyek tertentu, misalnya pengeboran minyak, perhotelan, dan
lain-lain.
Selain itu beberapa ahli juga membagi
kerja sama dalam beberapa bentuk berikut :
- Kerja sama spontan (kerja sama
serta-merta)
- Kerja sama langsung (hasil dari
perintah atasan atau penguasa)
- Kerja sama kontrak (kerja sama atas
dasar tertentu)
- Kerja sama tradisional (kerja sama
sebagai bagian antara unsur dalam sistem sosial, seperti gotong-royong
atau gugur gunung).
2) Akomodasi (Acomodation)
Akomodasi memiliki dua arti, yaitu yang menunjukkan pada keadaan dan yang
menunjukkan pada proses. Akomodasi yang pada keadaan menunjukkan adanya
keseimbangan dalam interaksi antar individu atau antar kelompok yang berkaitan
dengan nilai dan norma sosial yang berlaku. Akomodasi sebagai sebuah proses
menunjuk pada usaha-usaha manusia untuk meredakan suatu pertentangan agar
tercipta keseimbangan. Akomodasi sebenarnya merupakan suatu cara untuk
menyelesaikan pertentangan tanpa menghancurkan lawan. Tujuan akomodasi
berbeda-beda tergantung pada situasi yang dihadapi. Diantaranya sebagai berikut
:
- Untuk menghasilkan sintesis atau
titik temu antara dua atau beberapa pendapat yang berbeda agar
menghasilkan suatu pola baru.
- Mencegah terjadinya pertentangan
untuk sementara waktu.
- Berusaha mengadakan kerja sama antar
kelompok sosial Untuk menghasilkan sintesis atau titik temu antara dua
atau beberapa pendapat yang berbeda agar menghasilkan suatu pola baru.
- Mencegah terjadinya pertentangan untuk
sementara waktu.
- Berusaha mengadakan kerja sama antar
kelompok sosial yang terpisah akibat faktor sosial dan psikologis atau
kebudayaan. Misalnya, kerja sama antar individu yang berbeda kasta.
- Mengusahakan peleburan antar kelompok
sosial yang tepisah. Misalnya lewat perkawinan (amalgamasi).
Akomodasi sebagai sebuah proses mempunyai
beberapa bentuk, yaitu sebagai berikut :
- Koersi (coercion), yaitu bentuk
akomodasi yang prosesnya melalui paksaan secara fisik maupun psikologis.
Dalam koersi, salah satu pihak berada dalam posisi yang lemah. Misalnya
dalam sistem perbudakan atau penjajahan.
- Kompromi (compromise), yaitu bentuk
akomodasi di mana pihak yang terlibat saling mengurangi tuntutannya agar
tercapai suatu penyelesaian. Contoh, perjanjian antar negara tentang batas
wilayah perairan.
- Arbitrasi (arbitration), yaitu cara
untuk mencapai sebuah kompromi melalui pihak ketiga sebab pihak-pihak yang
bertikai tidak mampu menyelesaikan masalahnya sendiri. Pihak ketiga ini
dipilih oleh kedua belah pihak atau oleh badan yang berwenang. Contoh,
masalah antara karyawan dan perusahaan tentang gaji. Masalah ini bisa
diatasi dengn meminta bantuan pemerintah yang kemudian menetapkan upah
minimum.
- Mediasi (mediation), hampir mirip
dengan arbitrasi, hanya saja pihak ketiganya netral. Kedudukannya hanya
sebagai penasehat yang mengusahakan jalan damai tapi tidak memiliki
wewenang dalam mengambil sebuah keputusan untuk menyelesaikan masalah.
- Konsiliasi (conciliation), yaitu
suatu usaha untuk mempertemukan keinginan-keinginan dari pihak yang
bertikai untuk mencapai suatu kesepakatan. Contoh, mempertemukan wakil
buruh, perusahaan, dan jamsostek untuk saling mengungkapkan keinginan guna
mencapai kesepakatan.
- Toleransi (toleration), yaitu bentuk
akomodasi yang terjadinya tanpa persetujuan yang sifatnya formal.
Kadang-kadang toleransi timbul secara tidak sadar dan spontan akibat
reaksi alamiah individu atau kelompok yang ingin menghindari
perselisiahan. Contoh, pada bulan puasa, umat yang tidak berpuasa tidak
makan di sembarang tempat. Demikian pula, saat umat beribadah yang lain
tidak membuat keributan.
- Stalemate, terjadi ketika pihak-pihak
yang bertikai memiliki kekuatan yang seimbang hingga pada akhirnya
pertikaian tersebut berhenti pada titik tertentu. Misalnya, ketegangan
Korea Utara dan Korea Selatan di bidang senjata nuklir.
- Ajudikasi (adjudicationI), yaitu cara
menyelesaikan masalah melalui pengadilan.
- Segresi (segretion), yaitu
masing-masing pihak memisahkan diri dan saling menghindar dalam rangka
mengurangi ketetangan.
- Eliminasi (elimination), yaitu
pengunduran diri salah satu pihak yang terlibat dalam konflik karena
mengalah.
- Subjugation atau domination, yaitu
pihak yang mempunyai kekuatan besar untuk meminta pihak lainnya
mentaatinya.
- Keputusan mayoritas (majority rule),
yaitu keputusan yang diambil berdasarkan suara terbanyak dalam voting
- Minority consent, yaitu golongan
minoritas yang tidak merasa dikalahkan tetapi dapat melakukan kegiatan
bersama.
- Konversi, yaitu penyelesaian konflik
di mana salah satu pihak bersedia mengalah dan mau menerima pendirian
pihak lain.
- Genjatan senjata (cease fire), yaitu
penangguhan permusuhan dalam jangka waktu tertentu.
3) Asimilasi (assimilation).
Asimilasi adalah usaha-usaha untuk menghilangkan perbedaan antar individu atau
kelompok-kelompok. Asimilasi akan membuat ciri masing-masing individu atau
kelompok hilang dan membentuk satu ciri yang baru. Misalnya, perkawinan
campuran (amalgamasi).
Faktor-faktor yang mempermudah terjadinya asimilasi adalah sebagai berikut :
- Sikap toleransi
- Kesempatan yang seimbang dalam
ekonomi (tiap-tiap individu mendapat kesempatan yang sama untuk mencapai
kedudukan tertentu atas dasar kemampuan dan jasanya).
- Sikap menghargai orang asing dan
kebudayaannya.
- Sikap terbuka dari golongan penguasa
dalam masyarakat.
- Persamaan dalam unsur kebudayaan.
- Perkawinanan campuran (amalgamasi)
- Adanya musuh bersama dari luar.
Sebaliknya, faktor-faktor yang menjadi
penghalang terjadinya asimilasi adalah sebagai berikut :
- Terisolasinya kehidupan suatu
golongan tertentu dalam masyarakat. Contoh, orang Indian di Amerika
Serikat yang diharuskan bertempat tinggal di wilayah-wilayah tertentu
(reservation).
- Kurangnya pengetahuan mengenai
kebudayaan yang dihadapi.
- Adanya perasaan takut terhadap
kekuatan suatu kebudayaan atau kelompok tertentu lebih tinggi daripada
kebudayaan golongan atau kelompok lainnya.
- Adanya perbedaan warna kulit atau
ciri-ciri badaniah. Adanya in-group feeling yang kuat. Artinya, ada suatu
perasaan yang kuat bahwa individu terikat pada kelompok dan kebudayaan kelompok
yang bersangkutan.
- Adanya gangguan golongan minoritas
terhadap golongan yang berkuasa. Contoh, perlakuan kasar terhadap
orang-orang Jepang yang tinggal di Amerika Serikat sesudah pangkalan
Angkatan Laut Amerika Serikat Pearl Harbor diserang secara mendadak oleh
tentara Jepang pada tahun 1941.
- Adanya perbedaan kepentingan dan
pertentangan-pertentangan pribadi.
4) Akulturasi
Akulturasi adalah berpadunya dua kebudayaan yang membentuk kebudayaan baru
tanpa menghilangkan ciri dari masing-masing kebudayaan tersebut. Contoh, candi
borobudur merupakan perpaduan kebudayaan India dan Indonesia, musik keroncong
merupakan perpaduan antara musik portugis dan musik Indonesia, dan sebagainya.
B. Proses Disosiatif
Proses disosiatif atau oposisi dibedakan ke dalam 3 bentuk, yaitu sebagai
berikut :
1) Persaingan (competition)
Persaingan adalah suatu perjuangan dari berbagai pihak untuk mencapai suatu
tujuan tertentu. Persaingan mempunyai dua tipe, yaitu yang bersifat pribadi dan
tidak bersifat pribadi. Tipe yang bersifat pribadi disebut juga dengan rivalry.
Dalam rivalry, individu akan bersaing secara langsung, misalnya, untuk
memperoleh kedudukan tertentu dalam sebuah organisasi. Dalam tipe yang bersifat
tidak pribadi, yang langsung bersaing bukan individu-individu, melainkan
kelompok. Contoh, antara dua partai berbeda dalam merebut simpati rakyat atau
dua kesebelasan sepak bola berebut kemenangan untuk maju ke babak berikutnya.
Salah satu ciri dari persaingan adalah perjuangan yang dilakukan secara damai,
sportif, fair play. Artinya, persaingan selalu menjunjung tinggi batas-batas
yang diharuskan.persaingan sangat berguna dalam meningkatkan prestasi
seseorang.
2) Kontravensi (contravention)
Kontravensi ditandai oleh adanya ketidakpuasan dan ketidakpastian nengenai diri
seseorang, rencana dan perasaan tidak suka yang disembunyikan, kebencian atau
keragu-raguan terhadap kepribadian seseorang. Kontravensi apabila dibandingkan
denganpersaingan atau pertentangan bersifat rahasi. Perang dingin merupakan
kontravensi karena tujuannya membuat lawan tidak tenang atau resah. Dalam hal
ini lawan tidak diserang secara fisik tetapi secara psikologis.
Sikap tersembunyi seperti ini dapat berubah menjadi pertentangan atau
pertikaian. Wujudnya dapat berupa protes, sentimen, mengacaukan pihak lain,
memfitnah, memaki-maki melalui surat selebaran, agitasi, subversi, dan
lain-lain.
Menurut Leopold von Wiese dan Howard Becker, kontravensi memiliki 5 bentuk,
yaitu sebagai berikut :
- Umum, seperti penolakan, keengganan,
perlawanan, protes, perbuatan menghalang-halangi, melakukan kekerasan,
atau mengacaukan rencana pihak lain.
- Sederhana, seperti menyangkal
pernyataan orang di muka umum, memaki melalui surat selebaran, atau
mencerca.
- Intensif, seperti penghasutan atau
menyebarkan desas-desus.
- Rahasia, seperti mengumumkan rahasia
lawan atau berkhianat.
- Taktis, seperti mengejutkan lawan,
membingungkan pihak lawan, provokasi, atau intimidasi.
3) Pertentangan atau konflik (conflict).
Pertentangan atau konflik adalah suatu perjuangan individu atau kelompok sosial
untuk memenuhi tujuannya dengan jalan menantang pihak lawan yang disertai
dengan ancaman atau kekerasan. Bentuk-bentuknya dapat berupa konfrontasi,
perang, dan sebagainya.
Pertentangan mempunyai bentuk-bentuk khusus. Diantaranya sebagai berikut :
• Pertentangan pribadi.
• Pertentangan rasial
• Pertentangan antar kelas sosial
• Pertentangan politik
• Pertentangan yang bersifat internasional.
10. Sosialisasi dan Pembentukan
Keperibadian
Penanaman atau proses belajar anggota kelompok atau masyarakat tentang
kebiasaan-kebiasaan di dalam kelompok atau masyarakatnya dalam sosiologi
disebut Sosialisasi. Sosialisasi adalah sebuah proses penamaman atau transfer
kebiasaan atau nilai dan aturan dari satu generasi ke generasi lainnya dalam
sebuah kelompok atau masyarakat. Menurut Peter Berger, sosialisasi adalah
proses belajar seorang anak untuk menjadi anggota yang berpartisipasi di dalam
masyarakat. Sementara menurut David Gaslin, sosialisasi adalah proses belajar
yang dialami seseorang untuk memperoleh pengetahuan tentang nilai dan
norma-norma agar ia dapat berpartisipasi sebagai anggota kelompok masyarakat.
Menurut Berger dan sejumlah tokoh sosiologi, yang dipelajari dalam proses
sosialisasi adalah peran-peran. Bagaimana seorang berperan sesuai dengan nilai,
kebiasaan, dan norma yang berlaku dan ditransfer dari masyarakat atau
kelompoknya. Sementara beberapa tokoh lainnya seperti Gaslin mengemukakan bahwa
yang dipelajari dalam proses sosialisasi adalah nilai dan norma sosial. Oleh
sebab itu, teori sosialisasi dari sejumlah tokoh sosiologi merupakan teori
mengenai peran (role theory).
Nilai Sosial
Soerjono Soekanto mendefinisikan nilai sebagai konsepsi abstrak dalam diri
manusia mengenai apa yang dianggap baik dan apa yang dianggap buruk. Contoh, orang
menganggap menolong bernilai baik, sedangkan mencuri bernilai buruk. Dengan
demikian, nilai sosial adalah nilai yang dianut oleh suatu kelompok
masyarakat.
Untuk menentukan sesuatu itu dikatakan baik atau buruk, pantas atau tidak
pantas harus melalui proses menimbang. Hal ini tentu sangat dipengaruhi oleh
kebudayaan yang dianut masyarakat. Tak heran apabila antara masyarakat yang
satu dan masyarakat yang lainnya terdapat perbedaan tata nilai. Contoh,
masyarakat yang tinggal di perkotaan lebih menyukai persaingan karena dalam
persaingan akan muncul pembaharuan-pembaharuan. Sementara pada masyarakat
tradisional lebih cenderung menghindari persaingan karena dalam persaingan akan
mengganggu keharmonisan dan tradisi yang turun temurun.
Berdasarkan ciri-cirinya, nilai sosial dapat dibagi menjadi dua macam, yaitu :
1. Nilai Dominan,
Adalah nilai yang dianggap lebih penting daripada nilai lainnya.
Ukuran dominan tidaknya suatu nilai didasarkan pada hal-hal berikut :
• Banyaknya orang yang menganut nilai tersebut.
• Berapa lama nilai tersebut telah dianut oleh masyarakat.
• Tinggi rendahnya usaha orang untuk dapat melaksanakan nilai
tersebut.
• Prestise atau kebanggaan bagi orang yang melaksanakan nilai
tersebut.
2. Nilai Mendarah Daging (internalized value).
Adalah nilai yang telah menjadi kepribadian dan kebiasaan sehingga
ketika seseorang melakukannya kadang tidak melalui proses berpikir atau
pertimbangan lagi (bawah sadar).
Dari uraian di atas, dapatlah kita kemukakan beberapa ciri nilai sosial. Diantaranya
sebagai berikut :
- Nilai sosial merupakan konstruksi
masyarakat sebagai hasil interaksi antar warga masyarakat.
- Nilai sosial disebarkan di antara
warga masyarakat (bukan bawaan dari lahir).
- Nilai sosial terbentuk melalui
sosialisasi (proses belajar)
- Nilai sosial merupakan bagian dari
usaha pemenuhan kebutuhan dan kepuasan sosial manusia.
- Nilai sosial bervariaasi antara
kebudayaan yang satu dengan kebudayaan lainnya.
- Nilai sosial dapat mempengaruhi
pengembangan diri seseorang
- Nilai sosial memiliki pengaruh yang
berbeda antar warga masyarakat.
- Nilai sosial cenderung berkaitan satu
dan yang lainnya.
Dalam filsafat, nilai dibedakan menjadi tiga macam, yaitu :
a. nilai logika adalah nilai benar-salah;
b. nilai estetika adalah nilai indah-tidak indah (jelek);
c. nilai etika/moral adalah nilai baik-buruk.
Menurut NotonegoroNotonegoro, nilai dibedakan menjadi tiga macam, yaitu nilai
material, nilai vital, dan nilai kerohanian.
a. Nilai material adalah segala sesuatu yang berguna bagi
kehidupan jasmani manusia atau kebutuhan ragawi manusia.
b. Nilai vital adalah segala sesuatu yang berguna bagi manusia
untuk dapat mengadakan kegiatan atau aktivitas.
c. Nilai kerohanian adalah segala sesuatu yang berguna bagi rohani
manusia.
Nilai kerohanian meliputi :
1) nilai kebenaran yang bersumber pada akal (rasio, budi,cipta)
manusia;
2) nilai keindahan atau nilai estetis yang bersumber pada unsur
perasaan manusia;
3) nilai kebaikan atau nilai moral yang bersumber pada unsur
kehendak (karsa) manusia;
4) nilai religius (agama) yang merupakan nilai kerohanian
tertinggi dan mutlak yang bersumber pada kepercayaan atau keyakinan manusia.
Norma Sosial
Dalama kehidupan bermasyarakat selalu terdapat aturan atau kaidah yang mengatur
kehidupan bersama baik yang berupa suatu keharusan, anjuran, maupun larangan.
Aturan atau kaidah itu sering disebut sebagai norma. Jadi, norma adalah
seperangkat peraturan yang berisi tentang perintah dan larangan beserta
sanksinya.
Ada hubungan yang erat antara nilai dan norma. kaidah atau norma yang ada dalam
masyarakat merupakan perwujudan dari nilai-nilai yang dianut oleh masyarakat
tersebut. Bila nilai adalah sesuatu yang baik, diinginkan, dan dicita-citakan
oleh masyarakat, maka norma merupakan aturan bertindak atau berbuat yang dibenarkan
untuk mewujudkan cita-cita tersebut. Jika kita analogikan dengan minum kopi,
kenikmatan rasa kopi merupakan nilainya, sedangkan tindakan mencampurkan kopi
dan gula secara proporsional untuk mendapatkan kenikmatan adalah
normanya.
Norma dapat dibedakan sebagai berikut :
a. Cara (Usage) Cara mengacu pada suatu bentuk perbuatan yang
lebih menonjolkan pada hubungan antarindividu. Penyimpangan pada cara tidak
akan mendapatkan hukuman yang berat, tetapi sekadar celaan, cemoohan, atau
ejekan. Misalnya, orang yang mengeluarkan bunyi dari mulut (serdawa) sebagai
pertanda rasa kepuasan setelah makan. Dalam suatu masyarakat, cara makan
seperti itu dianggap tidak sopan. Jika cara itu dilakukan, orang lain akan
merasa tersinggung dan mencela cara makan seperti itu.
b. Kebiasaan (Folkways ) Kebiasaan mempunyai kekuatan mengikat
yang lebih tinggi daripada cara (usage). Kebiasaan diartikan sebagai perbuatan
yang diulang-ulang dalam bentuk yang sama karena orang banyak menyukai
perbuatan tersebut. Misalnya, kebiasaan menghormati orang yang lebih tua.
c. Tata Kelakuan (Mores) Jika kebiasaan tidak semata-mata dianggap
sebagai cara berperilaku, tetapi diterima sebagai norma pengatur, kebiasaan
tersebut menjadi tata kelakuan. Tata kelakuan mencerminkan sifat-sifat yang
hidup dari sekelompok manusia, yang dilaksanakan atas pengawasan baik secara
sadar maupun tidak sadar terhadap anggotanya. Tata kelakuan, di satu pihak
memaksakan suatu perbuatan, sedangkan di lain pihak merupakan larangan sehingga
secara langsung menjadi alat agar anggota masyarakat menyesuaikan
perbuatan-perbuatannya dengan tata kelakuan individu. Misalnya, larangan
perkawinan yang terlalu dekat hubungan darah (incest).
d. Adat Istiadat (Custom)Tata kelakuan yang terintegrasi secara
kuat dengan pola-pola perilaku masyarakat dapat meningkat menjadi adat
istiadat. Anggota masyarakat yang melanggar adat istiadat akan mendapat sanksi
keras. Misalnya, hukum adat di Lampung melarang terjadinya perceraian pasangan
suami istri. Jika terjadi perceraian, orang yang melakukan pelanggaran,
termasuk keturunannya akan dikeluarkan dari masyarakat hingga suatu saat
keadaannya pulih kembali.
Menurut resmi tidaknya, keseluruhan norma kelakuan hidup masyarakat dapat
dibedakan menjadi dua, yaitu norma tidak resmi dan norma resmi
1) Norma tidak resmi ialah norma yang patokannya dirumuskan secara
tidak jelas dan pelaksanaannya tidak diwajibkan bagi warga yang bersangkutan.
Norma tidak resmi tumbuh dari kebiasaan bertindak yang seragam dan diterima
oleh masyarakat. Patokan tidak resmi dijumpai dalam kelompok primer seperti
keluarga, kumpulan tidak resmi, dan ikatan paguyuban.
2) Norma resmi (formal) ialah norma yang patokannya dirumuskan dan
diwajibkan dengan jelas dan tegas oleh pihak yang berwenang kepada semua warga
masyarakat. Keseluruhan norma formal ini merupakan suatu tubuh hukum yang
dimiliki oleh masyarakat modern, sebagian dari patokan resmi dijabarkan dalam
suatu kompleks peraturan hukum (law). Masyarakat adat diubah menjadi masyarakat
hukum. Patokan resmi dapat dijumpai, antara lain dalam perundang-undangan,
keputusan, dan peraturan.
Dalam berbagai aspek kehidupan sehari-hari, norma memiliki sanksi-sanksi
tersendiri yang berbeda tingkat kekuatannya. Adapun jenis norma berdasarkan
kekuatan sanksinya adalah seperti diuraikan berikut ini :
1) Norma agama adalah suatu petunjuk hidup yang berasal dari Tuhan
bagi penganutnya agar mereka mematuhi segala perintah-Nya dan menjauhi segala
larangan-Nya. Jadi, norma agama berisikan peraturan hidup yang diterima sebagai
perintah-perintah, laranganlarangan, dan anjuran-anjuran yang berasal dari
Tuhan. Misalnya, semua agama mengajarkan agar umatnya tidak berdusta atau
berzina. Apabila dilanggar, sanksinya adalah rasa berdosa.
2) Norma kesopanan adalah peraturan hidup yang timbul dari pergaulan
segolongan manusia dan dianggap sebagai tuntutan pergaulan sehari-hari
sekelompok masyarakat. Satu golongan tertentu dapat menetapkan
peraturan-peraturan tertentu mengenai kesopanan dalam masayarakat itu.
Misalnya, pada kelompok masyarakat tertentu, kita dilarang meludah sembarangan.
3) Norma kelaziman adalah tindakan manusia mengikuti kebiasaan
yang umumnya dilakukan tanpa pikir panjang karena kebiasaan itu dianggap baik,
patut, sopan, dan sesuai dengan tata krama. Segala tindakan tertentu yang
dianggap baik, patut, sopan, dan mengikuti tata laksana seolah-olah sudah
tercetak dalam kebiasaan sekelompok manusia. Misalnya, cara makan, minum,
berjalan, dan berpakaian.
4) Norma kesusilaan adalah pedoman-pedoman yang mengandung makna
dan dianggap penting untuk kesejahteraan masyarakat. Norma kesusilaan bersandar
pada suatu nilai kebudayaan. Norma kesusilaan itu dianggap sebagai aturan yang
datang dari suara hati manusia. Penyimpangan dari norma kesusilaan dianggap
salah atau tidak bermoral sehingga pelanggarnya akan menjadi bahan sindiran
atau ejekan. Misalnya, di Jawa, anak yang berjalan melewati orang tua harus
membungkukkan badan tanda menghormati orang tua tersebut. Apabila anak tidak
melakukan hal tersebut akan disindir karena tindakannya dianggap asusila.
5) Norma hukum Semua norma yang disebutkan di atas bertujuan untuk
membina ketertiban kehidupan manusia, namun belum cukup memberi jaminan untuk
menjaga ketertiban dalam masyarakat. Norma-norma di atas tidak bersifat memaksa
dan tidak mempunyai sanksi tegas apabila salah satu peraturannya dilanggar
sehingga dapat membahayakan masyarakat. Oleh karena itu, diperlukan juga norma
lain yang bersifat memaksa dan mempunyai sanksi-sanksi yang tegas. Jenis norma
yang dimaksud adalah norma hukum. utisnaSutisna SutisnaSutisna Sutisna
berpendapat bahwa hukum adalah aturan tertulis maupun tidak tertulis yang
berisi perintah atau larangan yang memaksa dan akan memberikan sanksi tegas
bagi setiap orang yang melanggarnya.
6) Mode (fashion) adalah cara dan gaya dalam melakukan dan membuat
sesuatu yang sifatnya berubah-ubah serta diikuti oleh banyak orang. Ciri-ciri
utama mode adalah orang yang mengikuti bersifat massal dan mencakup berbagai
kalangan dalam masyarakat.
Di masyarakat tradisional atau pedesaan norma cendrung statis atau tidak
berubah. Sementara, pada masyarakat modern atau perkotaan, norma cenderung
dinamis mengikuti perubahan-perubahan yang ada, seperti perubahan dalam aspek
politik, ekonomi, dan sosial. Norma dapat berfungsi dengan baik jika memenuhi
syarat-syarat sebagai berikut :
a. Norma harus diketahui oleh masyarakat.
b. Norma harus dipahami dan dimengerti
c. Norma dihargai karena bermanfaat bagi anggota masyarakat
d. Norma dapat ditaati dan dilaksanakan
KEPRIBADIAN
Sering kita mendengar pendapat orang mengenai perilaku atau perangai si A yang
baik dan perangai si B yang buruk. Orang mengartikan sikap atau perangai dan
tingkah laku tersebut sebagai kepribadian (personality) seseorang. Namun
sebenarnya sikap atau perangai dan tingkah-laku yang disebutkan itu hanya
sebagian kecil dari kepribadian seseorang.
Menurut Yinger, kepribadian adalah keseluruhan perilaku seorang individu dengan
sistem kecendrungan tertentu yang berinteraksi dengan serangkaian situasi.
Ungkapan sistem kecendrungan tertentu tersebut menyatakan bahwa setiap orang
mempunyai cara berperilaku yang khas, seperti sikap, bakat, adat, kecakapan,
kebiasaan, dan tindakan yang sama setiap hari. Sementara ungkapan interaksi
dengan serangkaian situasi menyatakan bahwa perilaku merupakan produk gabungan
dari kecendrungan perilaku seseorang dan situasi perilaku yang dihadapi
seseorang. Contoh, sekali waktu Taufik berbohong pada orang tuanya untuk
menutupi nilai ulangannya yang jelek. Tindakan berbohongnya itu ia ulangi
terus-menerus pada situasi yang hampir sama hingga membentuk pola perilaku dan
menjadi kepribadiannya.
Dalam sosiologi, istilah kepribadian dikenal dengan sebuah diri (self).
Sosialisasi bertujuan untuk membentuk diri seseorang agar dapat bertindak dan
berperilaku sesuai dengan nilai dan norma yang dianut oleh masyarakat di mana
ia tinggal.
Menurut Goerge Herbert Mead dalam bukunya Mind, Self, and Society (1972),
ketika manusia lahir ia belum mempunyai diri (self). Diri manusia berkembang
tahap demi tahap melalui interaksi dengan anggota masyarakat lain. setiap
anggota baru dalam masyarakat harus mempelajari peran-peran yang ada dalam
masyarakat. Hal ini merupakan suatu proses yang disebut Mead sebagai role
taking (pengambilan peran). Dalam proses ini, seseorang belajar mengetahui peran
apa yang harus dijalankan dirinya dan peran apa yang dijalankan orang lain.
Ada tiga tahap perkembangan diri manusia. Ketiga tahap itu adalah sebagai
berikut :
a. Play stage. Dalam tahap ini, seorang anak kecil mulai belajar
mengambil peran orang-orang yang berada di sekitarnya. Ia mulai meniru peran
yang dijalankan oleh orang tuanya, kakaknya, tetangganya, atau orang yang
sering berinteraksi dengannya (significant others). Contoh, kita sering melihat
anak kecil bermain menjadi polisi atau menjadi dokter. Pada tahap ini, seorang
anak belum sepenuhnya memahami isi peran-peran yang ditirunya. Ia belum
mengetahui mengapa polisi menangkap penjahat atau mengapa dokter menyuntik
pasien.
b. Game stage. Pada tahap ini, seorang anak tidak hanya mengetahui
peran yang harus dijalankannya, tetapi telah mengetahui peran yang dijalankan
orang lain dengan siapa ia berinteraksi. Anak tersebut sudah menyadari peran
yang ia jalankan dan peran yang dijalankan orang lain. contohnya, dalam bermain
sepak bola ia menyadari adanya peranan sebagai wasit, sebagai kiper, dan
penjaga garis.
c. Generalized others. Pada tahap ketiga dari sosialisasi, anak
telah mampu mengambil peran-peran orang lain yang lebih luas (generalized
others), tidak sekedar orang-orang terdekatnya (significant others). Dalam
tahap ini, ia telah mampu berinteraksi dengan orang lain dalam masyarakat
karena telah memahami peran dirinya dan peran orang lain. contoh, sebagai siswa
ia memahami peran guru, sebagai anak ia memahami peran orang tua. Jika anak
telah mencapai tahap ini, maka ia telah mempunyai suatu diri.
Seperti halnya Mead, Charles Horton Cooley pun menyatakan bahwa
konsep diri seseorang berkembang melalui interaksi denga orang lain. diri
seseorang merupakan sebuah produk sosial, yaitu sebuah produk dari interaksi
sosial. Lebih lanjut Cooley menyatakan bahwa diri seseorang memantulkan apa
yang dirasakan sebagai tanggapan masyarakat terhadapnya. Diri seseorang yang
berkembang melalui interaksi dengan orang lain ini disebut Cooley sebagai
looking-glass self.
Cooley menganalogikan pembentukan diri seseorang dengan cermin. Cermin selalu
memantulkan apa yang ada di depannya. Demikian pula dengan diri seseorang. Ia
memantulkan apa yang dirasakannya sebagai tanggapan masyarakat terhadap
dirinya. Oleh karena itu, Cooley menyebutkan bahwa looking-glass self terbentuk
melalui tiga tahap berikut :
1. Seseorang membayangkan bagaimana perilaku atau tindakannya
tampak bagi orang lain.
2. Seseorang membayangkan bagaimana orang lain menilai perilaku
atau tindakan itu.
3. Seseorang membangun konsepsi tentang dirinya berdasarkan asumsi
penilaian orang lain terhadap dirinya itu. Contoh, seorang siswa beberapa kali
mendapat nilai merah untuk mata pelajaran matematika. Ia dimarahi guru
matematikanya. Oleh karena itu, ia merasa bahwa guru matematika menganggap
dirinya bodoh. Anggapan itu ada di dalam pikiran siswa dan mempengaruhi
pandangan siswa tersebut terhadap dirinya sendiri. Contoh lain, sejak kecil
seorang gadis dinilai cantik oleh keluarganya dan orang-orang lain. lambat laun
penilaian orang ini mempengaruhi dirinya sehingga ia merasa dan bertindak
seperti orang yang cantik. Perasaan seseorang tentang penilaian orang lain
terhadap dirinya menentukan penilaian terhadap dirinya sendiri.
Tujuan sosialisasi antara lain adalah sebagai berikut :
a) Membekali seseorang dengan keterampilan yang dibutuhkan dalam
kehidupan bermasyarakat.
b) Mengembangkan kemampuan berkomunikasi secara efektif, seperti
membaca, menulis, dan berbicara.
c) Mengendalikan fungsi-fungsi oraganik melalui latihan mawas diri
yang tepat.
d) Membiasakan diri berperilaku sesuai dengan nilai-nilai dan
kepercayaan pokok yang ada di masyarakat.
Menurut Paul B. Horton faktor-faktor pembentuk kepribadian adalah sebagai
berikut :
1. Warisan Biologis. Setiap warisan biologis orang bersifat unik.
Artinya, tidak seorang pun mempunyai karakteristik fisik yang sama.
2. Lingkungan Fisik. Lingkungan fisik dapat mempengaruhi timbulnya
budaya yang berbeda-beda di masing-masing masyarakat. Kebiasaan, adat-istiadat,
dan cara mempertahankan hidup menimbulkan kepribadian yang berbeda-beda pula.
3. Lingkungan Kebudayaan. Lingkungan kebudayaan sangat dominan
untuk menentukan apakah sesuatu dianggap pantas atau tidak pantas, baik atau
buruk, benar atau salah. Hal ini disebut nilai atau ukuran yang menjadi dasar
acuan kepribadian anggota dari suatu kebudayaan.
4. Pengalaman Kelompok. Melalui pengalaman kelompok, seseorang
akan melihat bagaimana menilai diri sendiri atau bagaimana membentuk jati
dirinya.
5. Pengalaman Unik. Peristiwa atau pengalaman unik akan
berpengaruh terhadap perkembangan kepribadian seseorang.
Agen-Agen, Bentuk, Tipe, dan Pola Sosialisasi
Agen-agen Sosialisasi
Dalam sosiologi pihak-pihak yang melaksanakan sosialisasi disebut sebagai agen
atau media sosialisasi. Fuller dan Jacobs mengidentifikasikan empat agen
sosialisasi utama atau pihak-pihak yang melaksanakan proses sosialisasi utama.
Keempat agen atau media sosialisasi tersebut adalah keluarga, kelompok sebaya
atau sepermainan, sekolah, dan media massa. Jika agen-agen sosialisasi
menyampaikan pesan-pesan yang sepadan, maka proses sosialisasi akan berlangsung
lancar. Namun, jika terjadi ketidaksepadanan pesan yang diberikan maka orang
yang menjalani proses sosialisasi akan mengalami konflik pribadi.
Bentuk Sosialisasi
Menurut Light, Keller & Callhoun bentuk sosialisasi dapat dibedakan menjadi
:
1) Sosialisasi Primer. Adalah sosialisasi pada tahap-tahap awal
kehidupan seseorang sebagai manusia. Berger & Luckman menjelaskan
sosialisasi primer sebagai sosialisasi pertama yang dijalani individu semasa
kecil, di mana ia belajar menjadi anggota masyarakat. Hal itu dipelajarinya
dalam keluarga. Sosialisasi primer akan mempengaruhi seorang anak untuk dapat
membedakan dirinya dengan orang lain yang berada di sekitarnya, seperti ayah,
ibu, kakak, dan adik.
2) Sosialisasi Sekunder. Adalah proses berikutnya yang
memperkenalkan individu ke dalam lingkungan di luar keluarganya, seperti
sekolah, lingkungan bermain, dan lingkungan kerja.
Tipe Sosialisasi
Ada dua tipe sosialisasi, yaitu :
1) Sosialisasi Formal. Sosialisasi tipe ini terjadi melalui
lembaga-lembaga yang berwenang menurut ketentuan yang berlaku dalam negara,
seperti pendidikan di sekolah dan pendidikan militer.
2) Sosialisasi Informal. Sosialisasi tipe ini terdapat di
masyarakat atau dalam pergaulan yang bersifat kekeluargaan, seperti antara
teman, sahabat, sesama anggota klub, dan kelompok-kelompok sosial yang ada di
dalam masyarakat.
Pola sosialisasi
Jaeger membagi sosialisasi ke dalam dua pola, yaitu :
1) Sosialisasi Represif. Menekankan pada penggunaan hukuman
terhadap kesalahan. Ciri lain dari sosialisasi represif adalah penekanan pada
kepatuhan anak pada orang tua, penekanan pada komunikasi yang bersifat satu
arah, non verbal dan bersifat perintah, penekanan sosialisasi terletak pada
orang tua dan pada keinginan peran keluarga sebagai significant other.
2) Sosialisasi Partisipatoris. Merupakan pola di mana anak diberi
imbalan ketika berperilaku baik. Selain itu, hukuman dan imbalan bersifat
simbolik. Dalam proses sosialisasi ini anak diberi kebebasan. Penekanan
diletakkan pada interaksi dan komunikasi bersifat lisan yang menjadi pusat
sosialisasi adalah anak dan keperluan anak. Keluarga menjadi generalized other.
Demikian Pembahasan Tentang Interaksi Sosial, Semoga Bermanfaat